Tenor | 7 Hari | 2 Minggu | 1 Bulan | 3 Bulan | 6 Bulan | 9 Bulan | 12 Bulan |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Operasi Moneter | 5,50% | 5,60% | 5,80% | 6,20% | 6,45% | 6,60% | 6,75% |
"Keputusan itu sejalan dengan upaya untuk mencapai sasaran inflasi 2016 4% plus minus 1% dan tetap konsisten mendorong momentum pemulihan pertumbuhan ekonomi di tengah melemahnya pertumbuhan ekonomi global," kata Tirta dalam konferensi pers di kantornya, Kamis (21/4).
Lebih lanjut menurut Tirta, perlambatan ekonomi global mendorong berlanjutnya pelonggaran kebijakan moneter di beberapa negara maju. Pemulihan ekonomi Eropa yang masih lemah dan mengalami deflasi mendorong berlanjutnya pelonggaran kebijakan moneter termasuk penerapan suku bunga negatif.
Kebijakan suku bunga negatif juga terus dilakukan Jepang dan beberapa negara maju lainnya dalam merespon pertumbuhan ekonomi yang terus melambat. Kebijakan tersebut berpotensi meningkatkan likuiditas global dan aliran modal masuk ke negara berkembang.
Di sisi lain, pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS) masih belum solid yang tercermin dari kegiatan manufaktur dan net ekspor yang masih lemah. Sejalan dengan itu, The Fed diperkirakan akan meningkatkan suku bunga acuannya di semester kedua mendatang, dengan besaran kenaikan yang lebih rendah dari yang diperkirakan.
Meski demikian, dari sisi domestik, inflasi Maret 2016 tercatat rendah sebesar 0,19% semakin mendukung prospek pencapaian sasaran infasi 2016. Neraca perdagangan juga terus tercatat surplus, yang pada Maret 2016 sebesar US$ 497 juta karena surplus perdagangan nonmigas.
Aliran modal asing dan peningkatan pasokan valas korporasi domestik mendorong penguatan nilai tukar rupiah. Secara year to date, nilai tukar rupiah menguat sebesar 3,96% ke level Rp 13.260 per dollar AS.