Jakarta, CNBC Indonesia – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka melonjak pada pembukaan perdagangan hari ini, Kamis (20/3/2025). Pada dua menit awal perdagangan sesi pertama IHSG lompat 1,25% ke 6.390,77.
Sebanyak 238 saham naik, 76 turun, dan 190 tidak bergerak. Nilai transaksi mencapai Rp 629 miliar yang melibatkan 551 juta saham dalam 34 ribu kali transaksi.
Seluruh sektor berada di zona hijau, dengan sektor barang baku membukukan kenaikan tertinggi 1,63% diikuti bahan baku 1,29%.
Pada perdagangan hari ini, saham konglomerat kembali berada di zona hijau, setelah kemarin menjadi penopang kinerja IHSG. Saham DCI Indonesia (DCII) kembali dibuka melonjak atau naik nyaris 10% ke level 150.000. Emiten Toto Sugiri menjadi penggerak utama IHSG hari ini.
Begitu pula dengan saham Prajogo Pangestu, yakni TPIA, BREN, CUAN, dan PTRO yang kembali dibuka menguat hari ini.
Selain saham konglomerat, emiten perbankan juga membantu IHSG pulih hari ini. Saham BBCA, BBRI, BMRI dan BBNI tercatat dibuka menguat.
Pasar keuangan Tanah Air pada perdagangan Kamis hari ini (20/3/2025) masih akan dipengaruhi oleh sejumlah sentimen, mulai dari efek suku bunga Bank Indonesia (BI) dan The Fed, sampai penantian suku bunga China, uang beredar M1 Indonesia, dan update pasar tenaga kerja AS.
Kejelasan kebijakan BI dan The Fed diharapkan menjadi kabar baik pekan ini dan mampu menghentikan badai demi badai yang mengguncang pasar keuangan Indonesia. Dengan keputusan tersebut maka setidaknya faktor ketidakpastian mulai melandai. Namun, investor bisa melihat hal ini juga sebagai sebuah ancaman.
Berikut rincian sentimen yang akan mempengaruhi perdagangan pasar hari ini :
BI Rate Ditahan Lagi
Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) kembali memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI Rate di level 5,75%, seusai menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI periode Maret 2025.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, keputusan ini konsisten dengan upaya menjaga tekanan inflasi sesuai target pada tahun ini dan tahun depan sebesar 2,5% plus minus 1%, mempertahankan stabilitas kurs, serta untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sesuai perkiraan di kisaran 4,7%-5,5% pada 2025.
“Ke depan, Bank Indonesia terus mencermati prospek inflasi dan pertumbuhan ekonomi dalam memanfaatkan ruang penurunan BI-Rate dengan mempertimbangkan pergerakan nilai tukar Rupiah,” kata Perry saat konferensi pers di Kantor Pusat BI, Jakarta, Rabu (19/3/2025).
Hasil BI Rate yang ditahan ini juga sesuai dengan konsensus CNBC Indonesia, dikumpulkan dari 17 institusi/lembaga yang mayoritas memprediksi suku bunga ditahan, sementara yang memproyeksi suku bunga turun hanya tiga lembaga.
Perry menjelaskan, pertimbangan untuk mempertahankan BI Rate, dari sisi global ialah ketidakpastian ekonomi global masih sangat tinggi, akibat kebijakan perang tarif antara Amerika Serikat dengan negara-negara mitra dagangnya. Bahkan kebijakan tarif impor itu kata Perry kini makin meluas.
Menurutnya, di AS kebijakan tarif impor berdampak pada laju pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat di tengah meningkatnya pemberian insentif fiskal, sementara laju penurunan inflasi tidak secepat yang diprakirakan.
Ekonomi Eropa, Jepang, dan India juga terkena dampak rambatan kebijakan tarif impor AS tersebut di tengah permintaan domestik yang belum meningkat akibat keyakinan usaha yang rendah dan ekspor yang melambat.
Sementara itu, pelemahan pertumbuhan ekonomi Tiongkok sebagai akibat kebijakan tarif impor AS tertahan dengan kebijakan pelebaran defisit fiskal 2025 dari yang ditargetkan.
“Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi dunia pada 2025 diprakirakan sebesar 3,2%,” tutur Perry.
Sementara itu dari dalam negeri, pertimbangan terhadap keputusan terkait kebijakan BI Rate ini di antaranya terkait dengan masih terjaga baiknya aktivitas ekonomi meski dari level global banyak ketidakpastian.
Konsumsi rumah tangga ia akui perlu terus didorong guna memanfaatkan keyakinan konsumen yang terjaga, namun ada dukungan belanja Pemerintah terkait pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) dan belanja sosial, serta peningkatan musiman permintaan menjelang perayaan Idulfitri 1446 H.
“Bank Indonesia juga terus mendukung penuh implementasi program Asta Cita Pemerintah, termasuk untuk pembiayaan ekonomi, digitalisasi, serta hilirisasi dan ketahanan pangan,” tutur Perry.
Kami menilai dengan suku bunga ditahan ini setidaknya akan bisa menjadi rupiah tetap stabil, tetapi bagi pasar saham ini akan menjadi tantangan karena era suku bunga tinggi akan bertahan lebih lama, sehingga beban untuk ongkos pinjaman masih akan mahal.
Suku Bunga The Fed Ditahan, Revisi Pertumbuhan Ekonomi
The Fed kembali menahan suku bunganya di level 4,25-4,50% bulan ini. The Fed juga mengingatkan akan ancaman potensi resesi di AS.
The Fed mengumumkan suku bunga pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia (20/3/2025). Ini merupakan kali kedua The Fed menahan suku bunganya setelah terakhir kali menurunkan suku bunganya pada pertemuan Desember 2024.
Seperti diketahui, The Fed telah mengerek suku bunga sebesar 525 bps sejak Maret 2022 hingga Juli 2023. Mereka kemudian menahan suku bunga di level 5,25-5,50% pada September 2023-Agustus 2024 atau lebih dari setahun sebelum memangkasnya pada September 2024 dan dilanjutkan pada November serta Desember 2024 dengan total 100 basis poin (bps) di tahun kemarin.
Dampak tarif Presiden AS, Donald Trump dan kebijakan fiskal yang agresif berupa pemotongan pajak serta deregulasi masih belum pasti, namun The Fed tetap memperkirakan pemangkasan suku bunga sebesar setengah poin persentase hingga 2025. Mengingat The Fed biasanya melakukan perubahan dalam kenaikan atau penurunan sebesar 0,25 poin persentase, ini berarti ada kemungkinan dua kali pemangkasan suku bunga tahun ini.
“Jika ekonomi tetap kuat dan inflasi tidak bergerak secara berkelanjutan menuju 2%, kami dapat mempertahankan kebijakan yang ketat lebih lama. Sebaliknya, jika pasar tenaga kerja melemah secara tak terduga atau inflasi turun lebih cepat dari yang diperkirakan, kami siap melonggarkan kebijakan sesuai kebutuhan.” tutur Powell usai menggelar rapat Federal Open Market Committee (FOMC).alam pernyataan pasca-pertemuan, FOMC menyoroti meningkatnya ketidakpastian dalam kondisi ekonomi saat ini.
Pada konferensi pers, Powell mencatat adanya moderasi dalam belanja konsumen serta mengantisipasi bahwa tarif impor dapat memberikan tekanan kenaikan harga. Faktor-faktor ini kemungkinan berkontribusi pada prospek ekonomi yang lebih hati-hati dari FOMC.
Sebagai dampaknya, proyeksi pertumbuhan ekonomi diturunkan, sementara perkiraan inflasi meningkat. The Fed kini memperkirakan pertumbuhan ekonomi hanya 1,7% tahun ini, turun 0,4 poin persentase dari proyeksi Desember. Sementara itu, inflasi inti diprediksi tumbuh 2,8% secara tahunan, naik 0,3 poin persentase dari perkiraan sebelumnya.
Menurut “dot plot” atau proyeksi suku bunga para pejabat The Fed, sikap kebijakan moneter menjadi sedikit lebih hawkish dibandingkan Desember. Pada pertemuan sebelumnya, hanya satu anggota yang memperkirakan tidak ada perubahan suku bunga di 2025, sedangkan sekarang jumlahnya meningkat menjadi empat.
Proyeksi suku bunga untuk tahun-tahun mendatang tetap tidak berubah dari Desember, dengan dua kali pemotongan suku bunga di 2026 dan satu kali lagi di 2027, sebelum akhirnya stabil di level jangka panjang sekitar 3%.
Wait and See Suku Bunga Kredit China
Pada besok kita juga akan mencermati rilis data dari China terkait dengan suku bunga acuan kredit.
Mengutip Trading Economics, suku bunga acuan kredit dari negeri sang Naga Asia itu untuk tenor 1 tahun masih akan dipertahankan di level 3,1%, sementara untuk tenor 5 tahun diprediksi bertahan di level 3,6%.
China potensi menahan suku bunga seiring dengan tanda-tanda pemulihan ekonomi mulai mendapatkan momentum dan margin laba yang terus mulai menyempit di kreditur, hal ini kemudian mengurangi urgensi untuk pelonggaran kebijakan.
Meski begitu, Tiongkok masih memberikan stimulus guna mendukung pertumbuhan ekonomi.
Pemulihan ekonomi juga sudah mulai tercermin dari sejumlah data, seperti penjualan ritel China naik sebesar 4% pada periode Januari-Februari dari periode yang sama tahun lalu, dibandingkan dengan pertumbuhan tahunan sebesar 3,7% pada Desember.
Produksi industri jga naik 5,9% dalam 2 bulan pertama tahun ini dari tahun lalu, lebih lambat dari pertumbuhan 6,2% pada Desember, tetapi lebih cepat dari perkiraan ekspansi 5,3% oleh analis dalam jajak pendapat Reuters
Investasi aset tetap, yang dilaporkan secara year-on-year (YoY), naik sebesar 4,1%, mengalahkan pertumbuhan 3,6% yang diperkirakan oleh para ekonom, lonjakan yang signifikan dari peningkatan 3,2% tahun lalu.
Data tersebut muncul tak lama setelah para pembuat kebijakan China meluncurkan rencana luas untuk merangsang konsumsi domestik, menegaskan kembali janji Beijing untuk meningkatkan pendapatan penduduk dan pengeluaran rumah tangga.
OJK Putuskan Buyback Tanpa RUPS
Seiring dengan IHSG yang kemarin berhasil rebound, kita mendapatkan obat kuat dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bagi pasar saham dengan memperbolehkan emiten untuk buyback tanpa harus RUPS lebih dulu.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, mengatakan, penetapan kondisi pasar yang fluktuatif signifikan berlaku selama enam bulan sejak tanggal dikeluarkan, yaitu 18 Maret 2025.
“Kami umumkan kebijakan bahwa perusahaan terbuka dapat melakukan pembelian kembali (buyback) tanpa RUPS sesuai POJK 13/2023,” ungkap Inarno di Main Hall BEI, Jakarta.
Lebih jauh, Inarno mengatakan, pelaksanaan buyback tanpa RUPS harus memenuhi ketentuan POJK 9/2023.
“Dengan kebijakan relaksasi buyback tanpa RUPS, kami berharap dapat memberi sinyal positif bahwa perusahaan memiliki fundamental yang baik dan memberikan market confidence kepada investor,” kata dia.
Inarno juga mengatakan, opsi kebijakan ini merupakan salah satu kebijakan yang sering dikeluarkan di sektor pasar modal dan dapat meningkatkan fleksibilitas harga saham.
Dari keputusan itu, kami merekap dalam waktu dekat ini sudah ada sembilan emiten yang menyiapkan dana untuk buyback, diantara sebagai berikut :
Dari sembilan emiten di atas juga tercatat jadwal RUPS dalam waktu dekat ini, selain buyback menarik dicermati biasanya dalam aksi koporasi itu akan dibahas juga terkait dividen.
Dividen yang merupakan sebagian keuntungan dari laba tahunan untuk dibagi ke pemegang saham akan turut menjadi sentimen positif yang menggerak-kan harga saham.