Nida Sahara
17 Feb 2025 | 12:30 WIB
JAKARTA, investor.id – Langkah perbankan nasional dalam mencari sumber dana semakin beragam. Di tengah kondisi likuiditas yang ketat, surat utang menjadi salah satu pilihan perbankan untuk memenuhi kebutuhan dana dalam ekspansi kredit.
Sepanjang 2024, sumber dana non dana pihak ketiga (DPK) industri perbankan mencapai Rp 662,25 triliun, meningkat 12,38% secara tahunan (year on year/yoy). Pertumbuhan tersebut sejalan dengan strategi bank dalam memenuhi pendanaan ketika pengetatan likuiditas masih menjadi tantangan.
Tahun ini pun diperkirakan masih akan ramai perbankan yang akan mencari sumber dana non DPK, seperti penerbitan surat utang, pinjaman dari bank lain, atau sumber lainnya. Hal ini dilakukan untuk diversifikasi sumber pendanaan perbankan selain simpanan masyarakat.
Berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), komposisi sumber dana non DPK dikontribusi oleh pinjaman diterima sebesar Rp 411,34 triliun atau 62,11% dari total. Kemudian, surat berharga yang diterbitkan perbankan senilai Rp 148,19 triliun pada 2024 dengan komposisi 22,38%, serta kewajiban bank lain senilai Rp 102,73 triliun atau berkontribusi 15,51%.
Pengetatan Likuiditas Masih Berlanjut
Hingga akhir 2024, porsi pendanaan non DPK sebesar 7,49% terhadap total DPK yang senilai Rp 8.837,24 triliun. Sumber dana non DPK menjadi alternatif perbankan dalam mendukung penyaluran kredit. Pemanfaatan pendanaan non DPK masih didominasi oleh kelompok bank skala besar dan menengah sebagai bagian dari diversifikasi.
Salah satu bank yang memiliki plafon surat utang adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Direktur Keuangan dan Strategi Bank Mandiri Sigit Prastowo mengatakan, likuiditas masih terus menjadi tantangan, namun pihaknya optimistis DPK masih bisa menopang kebutuhan likuiditas untuk mendukung ekspansi bisnis. Pihaknya juga selalu monitor untuk penyesuaian pendanaan taktis jika diperlukan.
“Kami memiliki pendanaan non DPK, bilateral, dan penerbitan surat utang. Saat ini Bank Mandiri masih punya sisa plafon atas surat utang yang diutilisasi, plafon green bond berkelanjutan I sebesar Rp 5 triliun dari Rp 10 triliun. Selain itu, ada sisa plafon EMTN US$ 2,9 miliar dari US$ 4 miliar,” jelas Sigit, dikutip Minggu (16/2/2025).
Apabila melihat rasio likuiditasnya, loan to deposit ratio (LDR) bank berlogo pita emas ini memang mengalami pengetatan. Terlihat dari kenaikan dari 2023 di level 86,75% menjadi 98,04% pada akhir 2024. Untuk tahun ini, Bank Mandiri memproyeksi kredit bisa tumbuh sekitar 10-12% (yoy) dan DPK bisa meningkat 1-2% di atas pertumbuhan kredit. Perseroan juga menjaga LDR di bawah 90% dengan tetap fokus pada dana murah (CASA) dan NIM dijaga pada level 5-5,2% pada 2025.
Taktik Bank Digital Rebut Dana Masyarakat
Secara terpisah, Consumer Funding & Wealth Business Head PT Bank Danamon Indonesia Tbk Ivan Jaya mengungkapkan bahwa perseroan memiliki rencana menghimpun sumber dana non DPK, walaupun saat ini tetap memprioritaskan dan fokus pada penguatan dan pengelolaan DPK melalui fokus transaksi. “Saat ini, kami memang tengah mempertimbangkan opsi penerbitan surat utang (bod) sebagai bagian dari strategi diversifikasi pendanaan di masa mendatang,” kata Ivan kepada Investor Daily.
Pihaknya menjelaskan bahwa likuiditas merupakan salah satu tantangan yang dihadapi industri perbankan, sehingga upaya Danamon lebih difokuskan pada pengoptimalan penghimpunan dana dari nasabah salah satunya melalui Tabungan Danamon Lebih Pro, tabungan dengan 12 mata uang sekaligus dalam satu rekening yang dilengkapi dengan kartu debit didukung oleh Mastercard untuk memenuhi kebutuhan nasabah dalam bertransaksi valuta asing. “Penerbitan surat utang bisa menjadi salah satu alternatif pendanaan kami, seiring dengan perkembangan pasar dan kebutuhan pembiayaan yang ada,” sambung Ivan.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) Nixon LP Napitupulu mengatakan bahwa untuk mendukung program 3 juta rumah, dibutuhkan dana yang besar. Apabila di pemerintahan Joko Widodo ditargetkan 200 ribu rumah per tahun membutuhkan dana Rp 24 triliun, maka program 3 juta rumah ini akan memakan anggaran sekitar Rp 360 triliun. Oleh karena itu, diperlukan alternatif pendanaan selain APBN, pihaknya juga telah mengusulkan kepada Kementerian Keuangan.
Di sisi lain, BTN juga berencana menerbitkan surat utang atau obligasi tahun ini untuk ekspansi kredit perumahan. “Kami berharap bonds maupun pinjaman bisa di atas kisaran Rp 10 triliun sampai Rp 15 triliun tahun 2025. Kemudian kami juga akan cari kanal-kanal pinjaman luar negeri,” urai Nixon.
Lebih Selektif
Lebih lanjut, LPS menilai kondisi likuiditas internal bank diperkirakan memengaruhi perkembangan sumber dana non DPK di tengah aktivitas penyaluran kredit yang diperkirakan masih akan meningkat. Sementara itu, bank masih akan selektif dalam memanfaatkan sumber dana non DPK dengan tetap memperhatikan selisih biaya dana, target ekspansi kredit dan optimalisasi pengelolaan likuiditas.
“Sementara itu, strategi internal bank dalam memaksimalkan profitabilitas juga memengaruhi perkembangan sumber dana non DPK. Meski demikian volatilitas pasar keuangan dan kondisi permintaan (sisi demand) akan menjadi faktor yang memengaruhi appetite perbankan dalam menggunakan sumber dana non DPK lebih luas,” jelas LPS.
LPS juga mencatat aktivitas transaksi rata-rata harian (RRH) perbankan per Desember 2024 di pasar uang antar bank (PUAB) bergerak stabil. Volume rata-rata harian PUAB rupiah overnight secara bulanan mencapai Rp 13,99 triliun, turun 0,46% secara bulanan (month to month/mtm). Sementara itu, suku bunga IndOnia naik 2 bps ke level 6,18%, bunga IndONIA masih bergerak stabil di kisaran BI-Rate dan seiring dengan terbukanya opsi instrumen likuiditas selain pasar uang.
Pada periode yang sama, volume RRH transaksi PUAB valas overnight naik US$ 29,1 juta tumbuh 17,45% (mtm) menjadi US$ 195,83 juta dengan suku bunga turun menjadi sebesar 4,56%. Penurunan suku bunga PUAB valas dalam negeri sejalan dengan tren pemangkasan suku bunga kebijakan global. Di sisi lain, kenaikan volume PUAB valas menunjukkan adanya kebutuhan peningkatan likuiditas jangka pendek pada valas.
Volume aktivitas PUAB diperkirakan akan meningkat sejalan peningkatan kebutuhan likuiditas bank. Sementara itu, suku bunga IndOnia diperkirakan masih dipertahankan di kisaran BI-Rate, sedangkan suku bunga PUAB valas masih akan mengikuti penurunan suku bunga global.
“Selain melalui pasar uang, sumber alternatif likuiditas jangka pendek perbankan melalui instrumen repo diperkirakan akan semakin meningkat. Kebijakan BI yang konsisten dalam memfasilitasi kebutuhan likuiditas perbankan akan memberikan kelonggaran perbankan untuk tetap meningkatkan penyaluran kredit dari sisi supply,” urai LPS.