Jakarta, CNN Indonesia — Sejumlah ekonom memproyeksi The Fed, bank sentral AS, akan menaikkan suku bunga acuan 50 basis poin (bps) yang meningkatkan kekhawatiran terjadi resesi.Dalam jajak pendapat yang dilakukan Reuters terhadap ekonom, kenaikan suku bunga ke-sekian kali tersebut lebih rendah dibanding Juni dan Juli, yaitu 75 bps, tetapi akan mendorong inflasi AS tembus ke level tertingginya.Saat ini saja, inflasi AS sudah berada di sekitar level tertinggi dalam empat dekade terakhirnya. Namun demikian, ekonom meyakini kenaikan suku bunga acuan yang lebih rendah dikarenakan tingkat inflasi bulan lalu mulai mereda.Hanya 18 dari 94 ekonomi yang disurvei Reuters memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 75 bps. Sisanya percaya kenaikan bulan depan hanya 50 bps.Bukan tanpa alasan, sebab Gubernur The Fed Jerome Powell pernah mengungkap kemungkinan memperlambat laju kenaikan suku bunga.Adapun, kumulatif kenaikan suku bunga sejak Maret 2022 sebanyak 225 bps, dengan suku bunga utama saat ini di kisaran 2,75 persen-3 persen.Kebijakan moneter ketat ini dikhawatirkan akan membuat resesi ekonomi datang lebih cepat. 45 persen ekonom yang disurvei khawatir resesi terjadi selama satu tahun ke depan. Namun, banyak ekonom menilai resesi yang terjadi tidak akan berisiko besar.”Resesi tidak harus berat, karena biasanya resesi besar terjadi bersamaan dengan krisis keuangan dan saat ini neraca rumah tangga AS sedang kuat,” imbuh Ahli Strategi Senior Rabobank AS Philip Marey.37 dari 48 ekonom bahkan berpendapat kalau pun AS masuk ke jurang resesi, maka dampaknya akan singkat dan dangkal.”Inflasi yang bandel masih menjadi satu-satunya ancaman terbesar bagi perekonomian. Inflasi mungkin tidak turun sesuai rencana, dalam hal ini suku bunga kebijakan perlu lebih ketat, yakni kisaran 4 persen-5 persen,” kata Sal Guatieri, Ekonom Senior di BMO Capital Markets.
