Juni 12, 2017

SUN Indonesia: Rating Sama, Yield Beda

Melihat pada data Trading Economics, pada Selasa (30/5) nilai
yield negara lain dengan peringkat BBB- seperti India s6,67%, Italia 2,18%, Hungaria
3,13%, dan Romania 3,71% ternyata memiliki nilai yield lebih rendah dari pada
surat utang Indonesia yang mampu menawarkan yield surat utang paling tinggi
setelah berperingkat BBB- dengan outlook stabil. Dikutip dari data Asian Bond
Online pada hari yang sama, yield obligasi pemerintah tenor 10 berada di level
6,95%. Presentase tersebut mencatatkan penurunan sebesar 102,4 basis poin (bps)
secara year to date. Sementara
kenaikan peringkat dari investment grade oleh S&P menjadikan nilai yield
turun hingga 10 bps.

Sementara di daerah
regional, persaingan yield pun terjadi terhadap negara Vietnam sebesar 6%,
Filipina sebesar 4,94% serta beberapa negara seperti Tiongkok, Hongkong, Korea,
Malaysia, Singapura, dan Thailand yang menawarkan yield sebesar 4%. Ada pula
Jepang yang memasang yield obligasi 10 tahun sebesar 0,4%.

Anil Kumar selaku Fixed
Income Fund Manager Ashmore Asset Management Indonesia, memprediksi penurunan
yield dapat terjadi antar 30 basis point (bps) – 50 bps berdasarkan data
terakhir. Kondisi ini akan berjalan seiring arus dana masuk (inflow) dari luar
negeri ke pasar obligasi dalam negeri. Di bulan Maret, Goldman Sachs Group Inc.
memberikan pernyataan dalam riset mengenai rating kenaikan Indonesia. Kenaikan
peringkat surat utang Indonesia mampu menambah daya Tarik aset di antara investor
institusi konservatif Jepang serta membantu penyerapan data hingga US$5 miliar.

Jika melihat data
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementrian
Keuangan per 26 Mei 2017, secara ytd dana asing tetap membekukan net inflow Rp
85,76 trilliun. Meskipun, dua hari setelah kenaikan rating sempat terlihat ada
net outflow asing sebesar Rp 3,89 triliun. Anil Kumar menegaskan bahwa outflow
terjadi bukan karena pasar surat utang Indonesia tidak menarik bagi investor
asing. Namun disebabkan pemerintah telah gencar menerbitkan surat utang di
Kuartal I 2017 yang kemudian membatasi penggalangan dana dari lelang. Jadi,
penawaran semakin sedikit, target lelang telah diturunkan, namun penawaran
masih tinggi.

Anil Kumar menambahkan,
jika indikator pasar obligasi Indonesia terus positif dan faktor harga minyak
dan komoditas membaik, maka hal-hal ini akan memberi keuntungan bagi
pemerintah. Sebaiknya pemerintah menaikkan anggaran belanja supaya terdapat
kenaikan tingkat pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Penting untuk pemerintah
meingkatkan PDB serta menjaga tingkat inflasi, dimana berdampak terhadap
peluang penurunan yield. Sebab Indonesia masih menjadi pasar potensial bila dibanding
dengan negara lain. Tidak banyak negara yang menawarkan yield dengan growth 5%,
terutama di daerah regional. Anil Kumar juga memprediksi bahwa yield utang pemerintah dengan seri
benchmark 10 tahun dapat mencapai level 6%-7% pada akhir tahun.

Berita Lainnya

IHSG Menyala, 4 Bank Raksasa Ini Jadi Pemicunya

Maret 26, 2025

Jakarta, CNBC Indonesia – Perdagangan saham tersisa dua hari perdagangan sebelum tiba libur panjang lebaran yang mencapai satu minggu lebih. Menjelang […]

BNIS Fixed Income Daily Report of March 26, 2025

Maret 26, 2025

Bond Market Review (Tuesday,03/25) The downward trend in Government Bond (SUN) prices continued during yesterday’s trading session. According to data […]

Berita Lainnya

IHSG Menyala, 4 Bank Raksasa Ini Jadi Pemicunya

Maret 26, 2025

Jakarta, CNBC Indonesia – Perdagangan saham tersisa dua hari perdagangan sebelum tiba libur panjang lebaran yang mencapai satu minggu lebih. Menjelang […]

BNIS Fixed Income Daily Report of March 26, 2025

Maret 26, 2025

Bond Market Review (Tuesday,03/25) The downward trend in Government Bond (SUN) prices continued during yesterday’s trading session. According to data […]

Scroll to Top