25 Sep 2019

Trump "Bernyanyi" di Sidang PBB, Pasar SUN Koreksi Lagi

News 2405 views
Harga obligasi rupiah pemerintah turun di tengah memerahnya pasar keuangan Asia pagi ini dan Amerika Serikat (AS) semalam akibat sentimen negatif politik AS dan kembali memanasnya hubungan AS-China setelah pidato Presiden Trump di PBB.

Koreksi pasar obligasi yang terjadi hari ini terjadi setelah kemarin pemerintah di luar prediksi sukses menerbitkan surat utang negara (SUN) dalam lelang rutin.

Koreksi harga surat utang negara (SUN) tersebut seiring dengan penurunan yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara lain.

Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).


Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan pasar adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.

Seri acuan yang paling melemah adalah FR0068 yang bertenor 15 tahun dengan kenaikan yield 4,9 basis poin (bps) menjadi 7,74%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.

Kemarin sore, pemerintah berhasil menerbitkan SUN Rp 18 triliun ketika pasar keuangan domestik terkoreksi di tengah hingar-bingar demonstrasi RUU KUHP. Nilai penerbitan itu masih di dalam rentang target indikatif penerbitan pemerintah Rp 15 triliun-Rp 30 triliun meskipun pasar saham anjlok lebih dari 1% kemarin.

Meskipun sesuai target, angka penerbitan itu masih lebih rendah dari lelang sebelumnya Rp 23,25 triliun dan dari rerata lelang sejak awal tahun Rp 21,43 triliun. Nilai permintaan yang disampaikan peserta lelang kemarin Rp 34,06 triliun, di bawah lelang sebelumnya Rp 44,72 triliun dan di bawah rerata lelang sejak awal tahun 49,11 triliun.

Semalam, di depan PBB Presiden Trump menyampaikan kritik tajam terhadap kebijakan perdagangan China dengan mengatakan bahwa Pemerintah China selalu berusaha mengatasi tantangan dalam perdagangan dengan cara yang tidak adil. Pernyataan disampaikan Trump padahal kedua negara sedang berusaha bertemu kembali bulan ini dan bulan depan untuk mendinginkan konflik kedua negara.

Pelemahan SBN hari ini juga membuat selisih (spread) yield obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan yield surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 567,8 bps, melebar tipis dari posisi kemarin 567,7 bps. Yield US Treasury 10 tahun naik 1,6 bps hingga 1,65% dari posisi kemarin 1,63%.

Sementara itu, pasar US Treasury saat ini masih terjadi inversi pada beberapa pasang seri acuan, yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April lalu.

Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada yield tenor 2 tahun-10 tahun yang mulai mereda sebagai indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain. Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.

Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.

Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.025,34 triliun SBN, atau 38,75% dari total beredar Rp 2.646 triliun berdasarkan data per 21 September.

Angka kepemilikannya masih positif Rp 132,09 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama. Sejak akhir pekan lalu, investor asing tercatat masuk ke pasar SUN senilai Rp 3,11 triliun dan Rp 15,74 triliun sejak akhir bulan lalu.

Data yang sama untuk periode 20 September senilai Rp 1.026,29 triliun justru menunjukkan rekor kepemilikan investor asing tertinggi sepanjang sejarah, melampaui rekor sebelumnya yang dibukukan Rp 1.023,87 triliun pada 19 September.

Koreksi di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar ekuitas dan rupiah di pasar valas, yang masing-masingnya turun 0,24% menjadi 6.122 untuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan turun 0,18% menjadi Rp 14.135/dolar AS untuk rupiah.

Dari pasar surat utang negara lain baik negara berkembang maupun negara maju, koreksi masih terjadi secara luas sehingga yield mayoritas obligasi negara naik.


Material Download
Helpdesk
021 5227674 sekretariat.himdasun@gmail.com