12 Jan 2022

Suram! Bank Dunia Pangkas Ekonomi Global Jadi 4,1% Tahun Ini

News 289 views

Jakarta - Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi global ke depan akan suram karena ancaman varian baru COVID-19, kenaikan inflasi, tingkat utang, dan ketimpangan pendapatan. Pihaknya pun memangkas sejumlah proyeksi hingga 2023.
Bank Dunia memproyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2022 jadi 4,1%, lebih rendah dari perkiraan sebelumnya 4,3%. Perlambatan ini akan berlanjut sampai 2023 dengan proyeksi pertumbuhan hanya 3,2%.

"Pertumbuhan global akan melambat menjadi 4,1% tahun ini dari 5,5% pada 2021," kata Presiden Bank Dunia David Malpass dikutip dari BBC, Rabu (12/1/2022).

Malpass mengatakan kekhawatiran terbesarnya adalah melebarnya ketidaksetaraan global. Laporan Prospek Ekonomi Global Bank Dunia mengatakan bahwa pada 2021 ekonomi dunia bangkit kembali dari pandemi dengan ekspansi pasca-resesi terkuat dalam 80 tahun.

Tetapi kenyataannya diperkirakan akan melambat tahun ini karena varian baru COVID-19 dan kenaikan harga yang cepat untuk barang-barang seperti makanan dan energi membebani rumah tangga. Secara global, inflasi berada pada tingkat tertinggi sejak 2008.

"Kenyataannya COVID-19 dan penutupan masih memakan banyak korban dan itu terutama berlaku pada orang-orang di negara-negara miskin. Pandangan yang suram," tuturnya.

Penggerak perlambatan global adalah China, di mana tingkat pertumbuhan ekonomi diperkirakan turun menjadi 5,1% dari 8% tahun lalu. AS juga diperkirakan hanya tumbuh 3,7% tahun ini dibandingkan 5,6% pada 2021. Di zona euro, ekspansi akan melambat jadi 4,2% tahun ini dari 5,2%.

India salah satu negara yang punya titik terang di mana pertumbuhan diperkirakan akan meningkat dari 8,3% menjadi 8,7% tahun ini. Sedangkan di Amerika Latin dan Karibia, pertumbuhan diperkirakan melambat jadi 2,6% pada 2022, dari 6,7% tahun lalu.

Pada 2023, aktivitas ekonomi di semua negara maju seperti Amerika Serikat (AS), kawasan Euro dan Jepang, kemungkinan akan pulih lebih dulu dari pandemi COVID-19. Meski begitu, output di negara berkembang diperkirakan akan tetap 4% alias lebih rendah dari sebelum COVID-19.
Malpass menyalahkan program stimulus di negara-negara maju yang dinilai memperburuk kesenjangan dengan mendorong inflasi global. Sementara pejabat di banyak negara, termasuk AS sekarang diperkirakan akan menaikkan suku bunga untuk mencoba mengendalikan kenaikan harga.

"Biaya pinjaman yang lebih tinggi dapat merusak kegiatan ekonomi terutama di ekonomi yang lebih lemah," kata Malpass.

Secara terpisah, Forum Ekonomi Dunia (WEF) memperingatkan bahwa pemulihan ekonomi yang berbeda membuat lebih sulit untuk berkolaborasi dalam tantangan global seperti perubahan iklim.

"Kesenjangan yang melebar di dalam dan antar negara tidak hanya akan mempersulit pengendalian COVID-19 dan variannya, tetapi juga berisiko menghambat," kata WEF dalam laporan risiko global tahunan.


Material Download
Helpdesk
021 5227674 sekretariat.himdasun@gmail.com